Sulfur dioksida (SO₂) adalah gas tak berwarna yang memiliki bau tajam dan khas, sering kali dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur, seperti batu bara dan minyak. Gas ini juga dapat terbentuk melalui proses vulkanik, menjadikannya salah satu komponen penting dalam diskusi mengenai kualitas udara dan dampaknya terhadap kesehatan manusia serta lingkungan. Dengan massa molar sekitar 64,066 g/mol, sulfur dioksida memiliki karakteristik yang membuatnya mudah terdispersi di atmosfer, di mana ia dapat berinteraksi dengan uap air untuk membentuk asam sulfat. Proses ini menyebabkan terjadinya hujan asam, yang dapat merusak ekosistem dan infrastruktur.
Sumber utama sulfur dioksida di atmosfer berasal dari aktivitas manusia dan alam. Di antara sumber-sumber tersebut, pembakaran bahan bakar fosil di pembangkit listrik, industri pengolahan, dan kendaraan bermotor menjadi penyumbang utama emisi SO₂. Selain itu, proses industri seperti pembuatan asam sulfat dan pengolahan logam juga menghasilkan gas ini. Tak kalah penting, letusan gunung berapi dapat melepaskan sejumlah besar sulfur dioksida ke atmosfer, yang dapat memiliki dampak signifikan pada kualitas udara dan iklim.
Paparan terhadap sulfur dioksida dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan bagi manusia. Gas ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan, memperburuk kondisi seperti asma dan bronkitis. Bagi mereka yang terpapar dalam jangka panjang, risiko kerusakan paru-paru dan infeksi saluran pernapasan meningkat. Beberapa individu bahkan mungkin mengalami reaksi alergi atau sensitivitas terhadap gas ini, yang dapat menyebabkan gejala seperti batuk, sesak napas, dan iritasi mata.
Dampak sulfur dioksida tidak hanya terbatas pada kesehatan manusia, tetapi juga memiliki implikasi serius bagi industri penerbangan. Kualitas udara di bandara dapat terpengaruh oleh emisi SO₂ dari kendaraan dan aktivitas industri di sekitarnya, yang berdampak pada kesehatan penumpang dan staf bandara. Selain itu, gas ini dapat berkontribusi pada korosi dan kerusakan pada komponen mesin pesawat, yang berpotensi mempengaruhi kinerja dan keselamatan penerbangan. Lebih jauh lagi, sulfur dioksida yang dilepaskan ke atmosfer dapat mempengaruhi pola cuaca dan visibilitas, yang dapat mengganggu operasi penerbangan.
Konversi Data SO₂ dari Satelit
Data yang direkam oleh Satelit, seperti oleh Sentinel 5P Tropomi (https://developers.google.com/earth-engine/datasets/catalog/COPERNICUS_S5P_OFFL_L3_SO2#bands), tersedia dalam satuan mol/m², sementara untuk keperluan studi diperlukan satuan volume berupa µg/m³ (Standard Indonesia) atau mg/m³ (Standar Internasional).
Dalam konteks konversi SO₂, tinggi troposfer menjadi faktor penting. Dari beberapa literatur, angka 10 km sebagai tinggi perkiraan untuk deteksi SO₂ digunakan sebagai penyederhanaan dalam banyak studi terkait polusi, karena konsentrasi tertinggi cenderung berada di troposfer bawah sebagai sumber emisi.
Lapisan troposfer lebih tebal di ekuator (sekitar 16-18 km) dan lebih tipis di kutub (sekitar 8 km). Namun, SO₂ masih dapat ditemukan pada ketinggian yang lebih tinggi, terutama setelah letusan gunung berapi atau transportasi udara jarak jauh.
Ketika kita melakukan konversi dari mol/m² ke µg/m³, menggunakan menggunakan asumsi ketinggian atmosfer sebesar 10 km maka konsentrasi rata-rata dianggap sama di seluruh kolom tersebut.
Berikut adalah rumus umum dan sederhana yang bisa digunakan, rumus ini berasal dari Savenets, M. (2021)
Keterangan:
C= Konsentrasi SO₂ dekat permukaan tanah (µg/m³)
H= Tebal lapisan atmosfer di mana SO₂ tersebar (m)
Cs= Kandungan SO₂ yang direkam dengan satelit (mol/m²)
M = Massa molar SO₂ (g/mol).
A= Angka konversi g/m³ ke µg/m³ sebesar 106
Jika, H sama dengan 10 km (104 m) mengikuti asumsi dari Clarisse, L. dkk (2012) , masa molar M kira-kira 64,066 g/mol, dihitung dengan menjumlahkan massa atom satu atom sulfur (32,066 g/mol) dan dua atom oksigen (masing-masing 15,999 g/mol) berdasarkan CRC Handbook of Chemistry and Physics. (2014) dan angka konversi A sebesar 106, sementara Cs berasal dari data satelit, maka konsentrasi SO₂ dalam (µg/m³), menjadi:
Sehingga,
Jika satuan Cs sudah bisa dipastikan mol/m² sebagai input, maka C dengan satuan µg/m³, menjadi lebih sederhana:
C= 6406,6 x Cs
Cs OFFL data dari Sentinel 5p, mengasilkan nilai maksimum sebesar 0,2079 mol/m², sehingga nilai maksimum C yang diperoleh dari platform GEE adalah 6406,6 x 0,2079 = 1331,93214 ==1332 µg/m³
REFERENSI
Comments
One response to “Konversi Satuan Sulfur dioksida (SO₂) dari mol/m² ke µg/m³”
Tulisan yang sangat jelas dan informatif dalam menjelaskan konversi satuan SO₂ dari data satelit ke data pengamatan in situ. Sangat bermanfaat bagi peneliti dan praktisi di bidang ini
terima kasih banyak atas ilmunya