Pengolahan Citra Digital

BAB 6: PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

A. Konsep Dasar Citra Digital

Pengolahan citra digital merupakan salah satu aspek penting dalam penginderaan jauh, yang melibatkan analisis dan interpretasi citra yang diperoleh dari sensor yang terpasang pada satelit atau pesawat terbang. Dalam konteks ini, terdapat beberapa konsep dasar yang perlu dipahami, antara lain pixel, resolusi radiometrik, dan resolusi spektral.

1. Pixel

Pixel, atau picture element, adalah unit terkecil dari citra digital. Setiap pixel mewakili nilai tertentu yang berkaitan dengan informasi yang ada dalam citra, seperti warna atau intensitas cahaya. Dalam penginderaan jauh, setiap pixel biasanya merepresentasikan area tertentu di permukaan bumi. Misalnya, jika citra diambil dari ketinggian tertentu, maka setiap pixel akan mencakup area yang lebih besar di permukaan bumi, tergantung pada resolusi citra.

Contoh:

  • Dalam citra satelit, satu pixel dengan resolusi spasial 30 m mewakili area 30×30 meter di permukaan bumi. Jika resolusi citra lebih tinggi, maka ukuran area yang diwakili oleh satu pixel akan lebih kecil, memberikan detail yang lebih baik.

2. Resolusi Radiometrik

Resolusi radiometrik mengacu pada kemampuan sensor untuk membedakan perbedaan kecil dalam intensitas cahaya yang diterima. Kemampuan sensor ini diukur dalam bit, yang menunjukkan jumlah level gradasi yang dapat direkam oleh sensor. Semakin tinggi resolusi radiometrik, semakin banyak level gradasi yang dapat dibedakan, sehingga menghasilkan citra yang lebih detail dan akurat.

Contoh:

  • Sensor dengan resolusi radiometrik 8-bit dapat membedakan 256 level intensitas (0-255), sedangkan sensor dengan resolusi 16-bit dapat membedakan 65.536 level intensitas. Ini berarti sensor 16-bit dapat menangkap detail yang lebih halus dalam citra.

3. Resolusi Spektral

Resolusi spektral mengacu pada kemampuan sensor untuk membedakan panjang gelombang cahaya yang berbeda. Sensor dengan resolusi spektral tinggi dapat menangkap informasi dalam banyak band spektral, yang memungkinkan analisis yang lebih mendalam terhadap objek yang ada di permukaan bumi. Ini sangat penting dalam penginderaan jauh, karena berbagai material memiliki karakteristik reflektansi yang berbeda pada panjang gelombang yang berbeda.

Contoh:

  • Sensor multispektral biasanya memiliki beberapa band, seperti merah, hijau, biru, dan inframerah. Sementara itu, sensor hiperspektral dapat memiliki ratusan band, memungkinkan analisis yang lebih detail terhadap material seperti vegetasi, air, dan tanah.

B. Perbaikan Citra

Perbaikan citra pada data penginderaan jauh dalah proses penting untuk meningkatkan kualitas citra yang diperoleh dari sensor satelit, pesawat, atau drone. Citra penginderaan jauh sering kali mengandung noise, distorsi, atau masalah kualitas lainnya akibat faktor atmosfer, kondisi sensor, atau geometri pengambilan citra. Perbaikan citra bertujuan untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan akurat, konsisten, dan siap untuk analisis lebih lanjut, seperti klasifikasi, deteksi perubahan, atau pemetaan. Tujuan Perbaikan Citra pada Penginderaan Jauh diantaranya:

  1. Meningkatkan Kualitas Visual. Memperbaiki tampilan citra agar lebih jelas dan mudah diinterpretasi oleh pengguna. Contoh: Memperjelas objek seperti vegetasi, badan air, atau permukiman.
  2. Meningkatkan Akurasi Analisis. Memastikan bahwa informasi yang diekstrak dari citra (seperti indeks vegetasi atau suhu permukaan) akurat dan dapat diandalkan.
  3. Mengurangi Gangguan. Menghilangkan atau mengurangi efek noise, awan, bayangan, atau distorsi geometrik yang dapat mengganggu analisis.
  4. Mempersiapkan Data untuk Analisis Lanjutan. Menyiapkan citra untuk proses selanjutnya, seperti klasifikasi, segmentasi, atau pemodelan.

Terdapat beberapa teknik perbaikan citra yang umum digunakan pada data penginderaan jauh:

1. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik bertujuan untuk memperbaiki distorsi yang disebabkan oleh perbedaan sensitivitas sensor, kondisi atmosfer, atau sudut pencahayaan.

  • Koreksi Atmosfer. Menghilangkan efek hamburan dan absorpsi atmosfer (seperti aerosol atau uap air) yang dapat memengaruhi nilai pantulan spektral.
    Beberapa metode yang biasanya dipakai diantaranya Dark Object Subtraction (DOS), QUAC (Quick Atmospheric Correction), MODTRAN, FLAASH, Apparent Reflectance, Second Simulation of a Satellite Signal in the Solar Spectrum Vector (6SV), dan lainnya
  • Koreksi Topografi:
    Memperbaiki efek pencahayaan yang tidak merata akibat topografi (seperti lereng gunung). Contoh metode yang bisa digunakan, diantaranya adalah C-Correction atau Minnaert Correction.

2. Koreksi Geometrik

Koreksi geometrik diperlukan untuk memperbaiki distorsi spasial yang disebabkan oleh pergerakan sensor, rotasi bumi, atau topografi.

  • Georeferencing. Menyesuaikan citra dengan sistem koordinat geografis (latitude dan longitude) menggunakan titik kontrol tanah (GCP – Ground Control Points).
  • Orthorektifikasi. Menghilangkan distorsi perspektif dan relief (efek ketinggian) untuk menghasilkan citra yang terukur secara akurat.

3. Pengurangan Noise
Noise pada citra penginderaan jauh dapat disebabkan oleh gangguan sensor, transmisi data, atau kondisi atmosfer.

  • Filter Spasial. Menggunakan filter seperti Median Filter atau Gaussian Filter untuk mengurangi noise seperti salt-and-pepper.
  • Filter Spektral. Menggunakan teknik berbasis domain frekuensi, seperti Transformasi Fourier, untuk menghilangkan noise periodik.

4. Peningkatan Kontras dan Ketajaman
Peningkatan kontras dan ketajaman membantu memperjelas objek dalam citra.

  • Histogram Equalization. Mendistribusikan nilai piksel secara merata untuk meningkatkan kontras.
  • Contrast Stretching. Memperluas rentang nilai piksel untuk meningkatkan perbedaan antara objek.
  • Sharpening. Menggunakan filter seperti Laplacian atau Unsharp Masking untuk meningkatkan tepi dan detail.

5. Penghapusan Awan dan Bayangan
Awan dan bayangan dapat mengganggu analisis citra penginderaan jauh.

  • Cloud Detection dan Removal. Menggunakan algoritma seperti Fmask atau Cloud Masking untuk mendeteksi dan menghilangkan awan.
  • Shadow Removal. Memperbaiki area yang tertutup bayangan dengan teknik interpolasi atau pemodelan pencahayaan.

6. Transformasi Citra
Transformasi citra digunakan untuk mengekstrak informasi yang lebih bermakna dari data penginderaan jauh.

  • Indeks Vegetasi. Menghitung indeks seperti NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) atau EVI (Enhanced Vegetation Index) untuk menganalisis kesehatan vegetasi.
  • Transformasi PCA (Principal Component Analysis). Mengurangi dimensi data dan menghilangkan redundansi spektral.
  • Transformasi Tasseled Cap. Mengubah data spektral menjadi komponen seperti kecerahan, kehijauan, dan kebasahan.

7. Fusi Citra (Image Fusion)
Fusi citra menggabungkan data dari beberapa sensor atau resolusi untuk meningkatkan kualitas informasi.

  • Pan-sharpening. Menggabungkan citra multispektral (resolusi spektral tinggi) dengan citra pankromatik (resolusi spasial tinggi) untuk menghasilkan citra dengan resolusi tinggi dan informasi spektral yang kaya.
  • Fusi Data SAR dan Optik. Menggabungkan data radar (SAR) dengan citra optik untuk analisis yang lebih komprehensif.

C. Klasifikasi Citra dalam Penginderaan Jauh

Klasifikasi citra merupakan teknik fundamental dalam penginderaan jauh yang bertujuan untuk mengelompokkan piksel-piksel dalam citra digital, seperti citra satelit, ke dalam kelas-kelas tematik berdasarkan karakteristik spektral dan spasialnya. Proses ini memungkinkan ekstraksi informasi yang berarti dari data mentah, mengubahnya menjadi representasi visual yang terstruktur dan dapat diinterpretasi.

Dua paradigma utama mendominasi bidang klasifikasi citra: analisis berbasis piksel dan analisis berbasis objek.

  1. Klasifikasi Berbasis Piksel. Analisis berbasis piksel, yang beroperasi pada tingkat granularitas piksel individu, mengklasifikasikan setiap piksel secara independen berdasarkan nilai spektralnya. Pendekatan ini dapat dikategorikan lebih lanjut menjadi klasifikasi tak terbimbing (unsupervised) dan terbimbing (supervised).
    • Klasifikasi Tak Terbimbing. Klasifikasi tak terbimbing, juga dikenal sebagai pengelompokan (clustering), mengelompokkan piksel-piksel dalam citra berdasarkan kesamaan karakteristik spektralnya tanpa menggunakan data pelatihan berlabel. Setiap kelompok piksel yang memiliki kemiripan disebut sebagai klaster. Terdapat dua metod Klasifikasi Tak Terbimbing, yakni K-means dan ISODATA. K-means: Algoritma yang efisien dan sederhana yang membagi data menjadi klaster-klaster yang telah ditentukan jumlahnya (K). ISODATA: Algoritma yang lebih canggih yang dapat secara iteratif menentukan jumlah klaster optimal berdasarkan distribusi data. Klasifikasi tak terbimbing memainkan peran krusial dalam mengungkap pola tersembunyi dan struktur inheren dalam data citra. Meskipun algoritma K-Means dan ISODATA telah mendapatkan popularitas yang luas, literatur ilmiah menawarkan beragam metode alternatif yang mampu mengatasi tantangan klasifikasi yang lebih kompleks. Salah satu pendekatan yang menonjol adalah Hierarchical Clustering, yang membangun representasi hierarkis dari data dengan secara iteratif menggabungkan atau membagi klaster berdasarkan metrik kemiripan. Metode ini, yang divisualisasikan melalui dendrogram, sangat berharga ketika struktur klaster yang tepat tidak diketahui sebelumnya. Terdapat juga Density-Based Spatial Clustering of Applications with Noise menawarkan pendekatan yang tangguh dengan mengidentifikasi klaster sebagai area padat yang dipisahkan oleh area renggang. Kemampuan DBSCAN untuk mendeteksi klaster dengan bentuk acak dan ketahanan terhadap outlier menjadikannya pilihan yang menarik untuk data yang kompleks. Mean Shift Clustering, di sisi lain, mengidentifikasi klaster dengan mencari titik-titik kepadatan maksimum dalam ruang fitur. Sifat adaptifnya, yang tidak memerlukan spesifikasi jumlah klaster sebelumnya, memberikan fleksibilitas dalam menganalisis data dengan karakteristik yang beragam. Self-Organizing Maps, yang merupakan jenis jaringan saraf tiruan, memproyeksikan data berdimensi tinggi ke dalam peta berdimensi rendah sambil mempertahankan hubungan spasial. Kemampuan SOM dalam mereduksi dimensi dan memvisualisasikan data menjadikannya alat yang ampuh untuk eksplorasi data. Terakhir, Gaussian Mixture Models mengasumsikan bahwa data berasal dari campuran beberapa distribusi Gaussian. Dengan memperkirakan parameter dari setiap distribusi, GMM mampu memodelkan data yang kompleks dan mengidentifikasi klaster yang tumpang tindih.
    • Klasifikasi Terbimbing. Berbeda dengan klasifikasi tak terbimbing, klasifikasi terbimbing memerlukan data referensi yang telah diidentifikasi kelasnya, yang dikenal sebagai training site atau training area. Metode Klasifikasi Terbimbing:
      • Maximum Likelihood. Berdasarkan probabilitas, mengasumsikan distribusi normal untuk setiap kelas.
      • Minimum-Distance. Mengklasifikasikan piksel ke kelas dengan jarak terdekat di ruang fitur.
      • Principal Components Analysis. Mereduksi dimensi data untuk meningkatkan efisiensi klasifikasi.
      • Support Vector Machine. Efektif untuk data kompleks dan non-linear.
      • Iso Cluster & Mahalanobis Distance. Metode pengelompokan yang mempertimbangkan varians dan kovarians antar data.
      • Spectral Angle Mapper. Mengukur kesamaan spektral berdasarkan sudut antara vektor spektral.
  2. Klasifikasi Berbasis Objek. Selain klasifikasi berbasis piksel, berkembang juga pendekatan klasifikasi berbasis objek. Pendekatan ini menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode berbasis piksel, terutama dalam hal interpretasi dan representasi objek dunia nyata. Proses Klasifikasi Berbasis Objek:
    • Segmentasi: Tahap awal dalam klasifikasi berbasis objek adalah segmentasi citra. Proses ini mengelompokkan piksel-piksel yang berdekatan menjadi objek-objek atau segmen berdasarkan homogenitas spektral, tekstur, bentuk, dan kriteria lainnya. Segmentasi multi-resolusi memungkinkan pembentukan objek pada berbagai skala spasial.
    • Klasifikasi Objek: Setelah objek-objek terbentuk, mereka diklasifikasikan ke dalam kelas-kelas tematik berdasarkan atribut-atributnya, seperti rata-rata nilai spektral, tekstur, bentuk, dan hubungan spasial dengan objek lain.

Terdapat beberapa keunggulan dari klasifikasi Berbasis Objek, diantaranya:

  • Representasi yang Lebih Bermakna. Klasifikasi berbasis objek menghasilkan representasi yang lebih realistis dan mudah diinterpretasi karena objek-objek yang dihasilkan mencerminkan entitas dunia nyata dengan lebih baik.
  • Integrasi Multi-Sumber Data. Klasifikasi berbasis objek memungkinkan integrasi berbagai sumber data, seperti data multi-band, data elevasi, dan data vektor (misalnya, shapefile), untuk meningkatkan akurasi klasifikasi.
  • Ketahanan terhadap Noise. Klasifikasi berbasis objek cenderung lebih tahan terhadap noise dan variasi dalam data citra karena mempertimbangkan konteks spasial dan tekstur objek.

Metode Klasifikasi Berbasis Objek:

  • Multi-resolution Segmentation in eCognition. eCognition adalah perangkat lunak pengolahan citra yang dikenal dengan kemampuan segmentasi multi-resolusi dan klasifikasi berbasis objek.
  • Segment Mean Shift in ArcGIS. ArcGIS juga menyediakan alat segmentasi dan klasifikasi berbasis objek, salah satunya adalah algoritma Segment Mean Shift.

Klasifikasi berbasis objek telah menunjukkan keberhasilan dalam berbagai aplikasi, termasuk pemetaan tutupan lahan, pemantauan hutan, dan identifikasi objek buatan manusia.

D. Evaluasi Hasil Klasifikasi dengan Confusion Matrix

Setelah melakukan klasifikasi citra, baik berbasis piksel maupun berbasis objek, langkah penting selanjutnya adalah mengevaluasi keakuratan hasil klasifikasi. Salah satu alat yang umum digunakan untuk tujuan ini adalah confusion matrix. Confusion matrix adalah tabel yang merangkum kinerja algoritma klasifikasi dengan membandingkan kelas prediksi dengan kelas aktual (referensi) untuk setiap piksel atau objek dalam citra.

Struktur Confusion Matrix

Confusion matrix memiliki struktur sebagai berikut:

Prediksi Kelas 1 Prediksi Kelas 2 Prediksi Kelas N
Kelas Aktual 1 True Positive False Positive False Positive
Kelas Aktual 2 False Negative True Positive False Positive
Kelas Aktual N False Negative False Negative True Positive

Definisi Istilah dalam Confusion Matrix

  • True Positive (TP): Jumlah piksel/objek yang benar diklasifikasikan ke dalam kelas yang sesuai. Ini menunjukkan keberhasilan klasifikasi untuk kelas tersebut.

  • True Negative (TN): Jumlah piksel/objek yang benar diklasifikasikan bukan sebagai kelas tertentu. Ini menunjukkan bahwa model tidak salah mengklasifikasikan objek yang tidak termasuk dalam kelas tersebut.
  • False Positive (FP): Jumlah piksel/objek yang salah diklasifikasikan ke dalam kelas tertentu (error tipe 1). Ini menunjukkan bahwa model menganggap objek tersebut termasuk dalam kelas, padahal sebenarnya tidak.
  • False Negative (FN): Jumlah piksel/objek yang salah diklasifikasikan bukan sebagai kelas tertentu, padahal seharusnya (error tipe 2). Ini menunjukkan bahwa model gagal mengidentifikasi objek yang seharusnya termasuk dalam kelas tersebut.

Menghitung Metode Evaluasi

Dari confusion matrix, kita dapat menghitung beberapa metrik evaluasi yang penting, seperti:

  • Akurasi (Accuracy): Akurasi=(TP+TN)/(TP+TN+FP+FN)
  • Presisi (Precision): Presisi=TP/(TP+FP)
  • Recall (Sensitivitas): Recall=TP/(TP+FN)
  • F1 Score: F1= (2 x Presisi x Recall) / (Presisi+Recall)

Confusion matrix adalah alat yang sangat berguna untuk mengevaluasi kinerja model klasifikasi. Dengan memahami dan menganalisis hasil dari confusion matrix, kita dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan model, serta melakukan perbaikan yang diperlukan untuk meningkatkan akurasi klasifikasi citra.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *